V. Bagaimana Musuh-musuhku Berencana Mengenyahkanku
Aku telah menyelamatkan Kerajaan Liliput dari serbuan musuh yang lebih kuat dan setiap orang ingin menunjukkan rasa terima kasihnya padaku. Selama beberapa hari aku menjadi warga terhormat di negeri tersebut dan orang-orang terus membicarakan aku. Namun dengan sangat menyesal kuceritakan kepadamu bahwa sikap bersahabat raja Liliput tak bertahan lama. Melihat segampang itu aku mengalahkan Blefuscu, ambisinya mulai bangkit. Kini ia ingin menguasai semua kapal yang masih ada di pelabuhan Blefuscu dan berniat menjadikan negeri tersebut jajahannya.
“Orang-orang Blefuscu juga harus mengupas telur dengan memotong bagian ujung yang lebih kecil,” katanya.
Ia meminta bantuanku untuk memaksa orang Blefuscu menaati peraturan itu. Aku menolak permintaannya.
“Saya tak ingin membuat orang-orang yang merdeka menjadi budak, Baginda,” kataku. “Saya telah menghindarkan Liliput dari bahaya dan tak ingin terlibat dalam permusuhan dua negara.”
Raja sangat marah atas jawabanku dan ia tidak pernah memaafkan aku. Ia bahkan menuduhku tidak setia padanya, terutama ketika aku menyampaikan keinginanku untuk menemui raja Blefuscu dan melihat kehidupan di negeri itu. Sejak itu ia tak lagi mempercayaiku.
Suatu malam seorang perwira kawan dekatku datang sembunyi-sembunyi ke rumahku dan meminta waktu untuk bicara. Ia datang diangkut dengan tandu dan aku mengangkat tandunya yang mewah ke atas mejaku. Aku duduk di lantai untuk mendengar omongannya. Ia berbisik dekat sekali ke telingaku dan mengabarkan bahwa para penasihat raja telah mengadakan rapat rahasia untuk membicarakan aku.
“Bendahara istana mengatakan bahwa kau berkhianat kepada Liliput,” bisiknya.
“Apa kata Baginda tentang aku?” tanyaku.
“Mereka rapat lama sekali. Raja dan para penasihat akhirnya setuju pada usulan Bendahara bahwa kau harus dihukum mati.”
Aku hampir tak percaya pada apa yang kudengar. Perwira temanku itu melanjutkan ceritanya. Ia mengatakan bahwa raja tidak setuju untuk membakarku hidup-hidup atau membunuhku dengan panah beracun seperti yang diusulkan oleh Bendahara dan teman-temannya. Raja lebih suka mencungkil mataku dan membiarkan aku mati pelan-pelan karean kelaparan.
“Dalam tiga hari ini raja akan mengumumkan keputusannya dan tentara kerajaan akan menangkapmu,” katanya lagi.
Karena tidak merasa bersalah, kupikir tak ada gunanya menunggu keputusan itu diumumkan. Aku lantas melarikan diri.
Tempat paling aman yang bisa kudatangi adalah Blefuscu. Sebelumnya aku sudah minta izin kepada raja Blefuscu untuk berkunjung ke negerinya. Saat itu juga aku pergi ke pelabuhan dan mengambil satu kapal untuk menaruh perbekalanku. Kuseret kapal itu menyeberangi lautan menuju ke negeri Blefuscu. Kepada raja Liliput kukirimkan surat bahwa aku pergi beberapa hari dan akan segera kembali. Aku tak ingin ia menaruh curiga bahwa aku sudah tahu rencananya untuk membunuhku.
Orang-orang Blefuscu berlarian ke berbagai arah seperti semut ketika melihat kedatanganku. Mereka belum lupa pada kunjunganku yang membuat mereka putus asa. Namun saat itu aku datang sebagai kawan. Kutambatkan kapal perbekalanku di pelabuhan dan dengan sopan aku meminta tolong mereka untuk menunjukkan jalan ke ibukota.
Dua orang mau menolongku dan aku mengangkat mereka ke telapak tanganku sebagai penunjuk jalan. Ketika kami sampai di ibukota, aku mengutus kedua petunjuk jalan itu untuk memberitahukan kedatanganku kepada raja. “Sampaikan kepada Baginda raja bahwa aku ingin menemuinya,” pesanku.
Tak lama kemudian raja dan keluarga istana datang menemuiku. Kukatakan kepadanya bahwa kunjunganku tak lama. “Saya ingin berkenalan dengan Baginda dan melihat-lihat kehidupan di negeri Blefuscu,” kataku. Tidak kukatakan padanya bahwa raja Liliput kini membenci aku, sebab hal itu mungkin akan membuatnya takut menerima kedatanganku.
Untuk menunjukkan niat baik kedatanganku kali ini, kutelungkupkan tubuhku di tanah dan kucium tangannya. Ia menunjukkan keberaniannya dengan tetap tenang ketika aku merunduk dekat sekali dengannya. Padahal dengan sekali caplok aku sanggup menelannya saat itu juga. Ia justru menunjukkan sikap ramah tanpa rasa takut sama sekali. Diperintahkannya para pelayan untuk menyenangkanku. Maka selama beberapa hari aku bisa hidup tanpa ketakutan. Hanya beberapa hari, sebab orang-orang Liliput tak pernah membiarkan aku tenang. Mereka terus memburuku dan sang raja tetap menghendaki kematianku.
Selanjutnya: VI. Lari dari Musuh dan Kembali ke Negeriku