RSS

Gulliver di Negeri Liliput

VI. Lari dari Musuh dan Kembali ke Negeriku

 Meskipun aku diperlakukan dengan baik di Blefuscu, tapi kupikir hal itu tak akan lama. Musuh-musuhku tak mungkin membiarkanku hidup tenang di Blefuscu dan aku pun ingin segera pulang menemui keluargaku. Untuk melakukan pelayaran pulang, aku memerlukan kapal dan tampaknya di Blefuscu tak mungkin bisa kudapatkan atau kubikin kapal yang cukup besar untuk mengarungi lautan.

Tiga hari setelah kedatanganku, aku berjalan-jalan murung di pantai. Saat itu tiba-tiba tampak olehku sesuatu terapung-apung di lautan sana. Aku melihatnya lebih teliti; lalu aku berenang untuk memastikannya dari jarak dekat. Betapa gembiranya hatiku—benda itu ternyata sebuah perahu. Perahu dengan ukuran sesungguhnya dan bukan perahu yang digunakan oleh manusia sebesar jempol. Perahu itu terbalik dan terapung timbul tenggelam di permukaan air. Dari mana datangnya perahu itu, aku tidak tahu. Mungkin sekoci dari sebuah kapal yang terhantam badai dan nasib baik membawanya ke perairan Blefuscu.

Perahu itu terlalu besar untuk kuseret ke daratan seorang diri. Karena itu aku kembali cepat-cepat ke ibukota dan meminta bantuan raja Blefuscu untuk meminjamkan kepadaku sepuluh kapal terbesar dan tiga ratus pelaut di bawah komando seorang admiral. Dibantu oleh mereka, aku bisa menarik perahuku ke daratan dan membalikkannya. Sungguh mujur bagiku, perahu tersebut tidak mengalami banyak kerusakan. Dengan pohon tertinggi yang tumbuh di Blefuscu, aku membuat dayung. Kemudian aku mendayung perahu tersebut berputar-putar di pelabuhan sambil mengangkut sepuluh kapal dan para pelaut yang telah membantuku menarik perahu. Orang-orang Blefuscu berduyun-duyun ke pelabuhan untuk menyaksikan perahu raksasa yang tak pernah mereka lihat sebelumnya.

Kini aku memiliki perahu untuk mengarungi samudera. Namun sebelum memulai pelayaranku aku memerlukan banyak bantuan lagi untuk membuat perahuku benar-benar siap berlayar. Tentu saja aku butuh layar, juga makanan dan minuman sebagai bekal. Aku kembali lagi menemui raja Blefuscu untuk meminta bantuannya. Namun, sebelum ia menjawab permintaanku, datang kabar dari Liliput.

Raja Liliput marah atas kepergianku yang lama dan akhirnya ia mengirimkan pemberitahuan kepada raja Blefuscu bahwa aku harus dihukum atas pengkhianatanku. Raja Liliput meminta kepada raja Blefuscu untuk mengembalikan aku ke Liliput dalam waktu dua jam. “Kirimkan dalam keadaan terikat tangan dan kakinya,” begitulah bunyi pesan itu.

Sebagai pihak yang telah dikalahkan dalam peperangan, raja Blefuscu tidak berani menolak permintaan raja Liliput. Namun ia juga tidak ingin menyakitiku karena selama kunjunganku aku menunjukkan sikap bersahabat kepadanya dan seluruh rakyatnya. Secara diam-diam ia menawarkan bantuannya kepadaku dan memintaku untuk mengambil kembali kapal-kapal perang yang kuberikan kepada raja Liliput. Namun aku letih sekali melayani permintaan raja-raja.

“Saat ini saya hanya ingin pulang, Baginda,” kataku. “Saya tak ingin terlibat dalam perseteruan dua negara.”

Akhirnya, setelah tiga hari, raja Blefuscu menjawab surat raja Liliput dengan permintaan maaf yang halus. Ia menjelaskan bahwa sulit sekali untuk mengikat kaki dan tanganku sebagaimana yang diminta raja Liliput. “Jika itu saya lakukan, saya takut ia akan marah dan menghancurkan Blefuscu maupun Liliput,” tulisnya. Ia menceritakan juga bahwa aku menemukan perahu dan berharap bahwa kedua kerajaan membiarkan aku secepatnya berlayar pulang ke negeriku.

Tanpa menunggu jawaban, raja Blefuscu memenuhi segala yang kubutuhkan untuk pelayaran. Lima ratus penjahit dikerahkan untuk membuat layar dari sambungan-sambungan kain paling kuat di Blefuscu. Tali layar kubikin sendiri dengan memilin dua puluh atau tiga puluh tali mereka yang tidak lebih besar dari benang jahit. Dan aku menebang pohon tertinggi untuk membuat tiang layar.

Sebagai bekal pelayaran, aku memasukkan ke dalam perahu daging seratus ekor sapi dan tiga ratus ekor kambing. Lalu kubawa juga enam ekor sapi hidup dan dua ekor banteng dan kambing. Aku ingin menunjukkan binatang-binatang itu ke orang-orang jika aku bisa selamat sampai di rumah. Aku juga membawa serta benda-benda lain yang akan kujadikan bukti di depan teman-temanku bahwa aku sudah menemukan pulau aneh dalam pelayaranku. Sebenarnya aku akan sangat senang jika diizinkan membawa serta beberapa manusia kecil bersamaku, namun raja memohon agar aku tidak melakukan itu, bahkan kalaupun itu atas permintaan mereka sendiri.

Pada hari keberangkatanku, raja dan seluruh keluarga istana datang ke pelabuhan untuk melepas kepergianku. Kutelungkupkan diriku ke tanah dan kucium tangan mereka. “Selamat tinggal, kawan-kawan!” pamitku.

Raja memberiku hadiah lima puluh kantung yang masing-masing berisi dua ratus keping uang emas dan sebuah lukisan dirinya seukuran dia persis. Kumasukkan lukisan itu ke sarung tanganku untuk menjaganya agar tidak rusak.

Dengan tiupan angin semilir dan harapan baik dari orang-orang Blefuscu, aku meninggalkan pelabuhan, meninggalkan negeri Liliput dan Blefuscu yang betul-betul tak masuk akal.

Tiga hari aku mengarungi lautan dengan perahu sampai akhirnya kulihat sebuah kapal. Masih ada satu lagi keberuntunganku, yakni kapal tersebut sedang berlayar dengan tujuan Inggris. Kapten kapal menyambutku dengan ramah, namun mula-mula ia menyangkaku gila ketika kuceritakan kepadanya perihal negeri yang orang-orangnya hanya sebesar jempol dan baru saja kutinggalkan. Untuk meyakinkannya, cukup kutunjukkan binatang-binatang yang kubawa dan ia menjadi sangat takjub mendengar semua ceritaku.

Begitulah aku akhirnya tiba di rumah dengan oleh-oleh cerita yang nyaris tak bisa dipercaya orang. Keluargaku sudah lama menganggapku meninggal dan mereka menyambut kedatanganku dengan kegembiraan yang meluap-luap. Binatang-binatang ternak yang kubawa mencengangkan setiap orang. Beberapa waktu kemudian kujual binatang-binatang itu dengan harga yang sangat mahal. Para pelaut lain berlomba-lomba menemukan pulau-pulau Liliput dan Blefuscu, namun kedua pulau tersebut tak pernah ditemukan lagi oleh siapa pun.

Setelah petualangan ini, aku hidup nyaman di rumah bersama keluargaku. Namun keinginanku untuk melakukan perjalanan dan melihat tempat-tempat baru terlalu kuat. Dua bulan setelah itu aku kembali berlayar, memulai perjalanan dan menemui keajaiban-keajaiban yang bahkan jauh lebih berbahaya ketimbang pengalamanku di negeri Liliput. [*]

Tamat