RSS

Ima Memelihara Jin

Oleh: A.S. Laksana

APAKAH kau pernah mendengar cerita tentang anak-anak kampung sebelah? Aku sangat mengenal mereka dan aku tahu rahasia mereka. Kalau kalian ingin memahami mereka dan rahasia-rahasia mereka, kalian bisa mendengarkan baik-baik ceritaku. Kalian boleh mendengarkannya dengan cara apa saja, yang penting telinga kalian selalu mendengarkan dan kalian memahami apa yang kuceritakan.

Di kampung sebelah ada tiga anak perempuan. Nama panggilan mereka Lili, Loli, dan Lala. Nama mereka sebenarnya bukan itu, tetapi mereka bertiga adalah sahabat baik dan mereka membuat nama panggilan sendiri seperti itu sehingga mereka seolah-olah tiga bersaudara.

Persahabatan mereka betul-betul hebat dan mereka seperti tak bisa dipisahkan. Ke mana-mana mereka selalu bersama. Kalian akan senang melihat persahabatan mereka. Mereka bertiga adalah gadis-gadis kecil yang cantik. Pada waktu kelas satu SD, mereka bertiga sama-sama pintar. Nilai mereka sama-sama bagus.

Entah apa yang kemudian terjadi, prestasi mereka semakin merosot. Mulai kelas empat mereka menjadi sangat judes dan cerewet dan suka bergunjing. Mereka suka membicarakan teman-teman, terutama membicarakan keburukan orang lain.

Sekarang mereka sama-sama di kelas lima A dan semakin suka membicarakan keburukan teman-teman yang lain. Sayang sekali, padahal dulunya mereka adalah gadis-gadis kecil yang cantik dan pintar, sekarang mereka menjadi judes dan cerewet. Dan, satu lagi, mereka pemalas. Mereka ogah-ogahan dalam belajar dan hanya bersemangat saat membicarakan keburukan orang lain. Jika kalian mendengar pembicaraan mereka, kalian akan berpikir bahwa di dunia ini tidak ada satu orang pun yang baik, selain mereka bertiga.

Jika Lala mulai menceritakan keburukan salah satu teman mereka, Loli dan Lili akan membenarkan saja apa yang disampaikan oleh Lala. Mereka bahkan ikut-ikutan membuat cerita-cerita buruk tentang anak itu. Begitu juga ketika Loli yang mulai bercerita, yang lain-lain akan membenarkan dan menambah-nambahi keburukan. Begitu juga kalau Lili yang mulai bercerita, Lala dan Loli akan membenarkan dan menambah-nambahi. Akibatnya, siapa pun yang mereka ceritakan, anak itu pasti akan terasa sebagai anak yang paling buruk dan tidak memiliki hal baik sama sekali.

Sekarang ini mereka sedang membenci Ima. Itu aneh sekali, sebab Ima teman yang baik. Mereka benci kepada Ima karena Ima paling pintar di kelas. Itu juga aneh sekali. Kenapa mereka membenci teman yang paling pintar?

Suatu siang, pada saat istirahat, mereka bertiga duduk-duduk di kursi panjang di bawah pohon di halaman sekolah. Di tempat itu mereka biasa berkumpul dan membicarakan keburukan teman-teman.

“Kalian tahu nggak kenapa Ima selalu mendapatkan nilai bagus?” kata Lala. “Dia memelihara jin. Jadi, dia selalu minta bantuan jin agar mendapatkan nilai bagus.”

“Benarkah?” tanya Loli.

“Tentu saja benar,” kata Lala. “Tidak mungkin ia menjadi pintar seperti itu kalau tidak mendapatkan bantuan jin.”

“Oh, aku sudah lama berpikir begitu,” kata Lili. “Dulu dia tidak pintar seperti sekarang.”

“Dia akan masuk neraka,” kata Lala. “Orang yang meminta bantuan kepada jin pasti masuk neraka.”

“Aku tidak mau minta bantuan kepada jin,” kata Lili.

Loli tampak berpikir. Jidatnya mengerut.

“Nabi Sulaiman juga pernah minta bantuan jin,” kata Loli. “Dia masuk neraka juga?”

“Nabi Sulaiman masuk surga,” kata Lala.

“Tapi dia minta bantuan jin,” kata Loli.

“Kalau nabi boleh,” kata Lala.

“Ya, memang begitu,” kata Lili. “Nabi boleh minta bantuan kepada siapa saja, dan dia tetap masuk surga.”

Loli masih tampak berpikir keras. Di dalam hati ia merasa ingin juga menjadi sepintar Ima. Jika ia mempunyai jin, nilainya untuk semua matapelajaran pasti bagus, dan ia tidak perlu belajar sama sekali. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Aladin seorang pemuda yang baik. Ia bisa menjadi menantu raja dan hidup sejahtera karena mendapatkan bantuan dari jin.

“Loli, kau melamun terus,” kata Lala. “Kau juga ingin memelihara jin?”

“Eee... tidak,” kata Loli. “Aku cuma teringat Aladin. Apakah dia masuk neraka?”

“Masuk surga,” kata Lala. “Aladin juga nabi.”

“Kelihatannya bukan,” kata Loli. “Aladin orang biasa.”

“Hmmm..., kalau begitu dia masuk neraka,” kata Lala.

“Tapi dia orang baik,” kata Loli.

“Ya, dia orang baik,” kata Lili. “Aku juga pernah membaca cerita Aladin, tapi tidak sampai dia mati. Jadi, tidak tahu apakah dia masuk neraka atau surga.”

“Sebetulnya tidak usah dibandingkan dengan siapa pun,” kata Lala. “Yang jelas, Ima meminta bantuan kepada jin agar selalu mendapatkan nilai bagus. Itu tidak boleh.”

Loli belum puas dengan pembicaraan soal Aladin, tetapi ia tidak melanjutkan lagi.

Saat di rumah Loli menjadi banyak melamun. Tiba-tiba terpikir olehnya untuk diam-diam menemui Ima dan menanyakan rahasianya mendapatkan jin. Ia ingin bermain ke rumah Ima, namun tidak berani. Ia takut ketahuan Lala dan Lili. Ia takut kedua teman baiknya itu akan membencinya jika mereka tahu ia menemui Ima.

Sungguh rugi Loli. Seharusnya ia menemui Ima dan menanyakan rahasia menjadi pintar. Ia tidak perlu takut kepada siapa pun jika ia berniat menjadi murid yang lebih pintar. Lagipula Ima teman yang baik dan ia akan senang hati memberi tahu apa yang dilakukannya setiap malam.

Nah, kalian ingin tahu apa yang dilakukan oleh Ima tiap malam?

Baiklah, sekarang kalian dengarkan cerita yang pernah disampaikan oleh Ima kepada Santi, anak kelas lima B, tentang apa yang ia lakukan tiap malam sebelum tidur. “Aku diberi tahu rahasia ini oleh ayahku,” kata Ima. “Dulu waktu sekolah, ayahku juga melakukannya sebelum tidur dan ia menjadi murid yang pandai di kelasnya. Ayahku diberi tahu oleh nenekku apa yang selalu ia lakukan sebelum tidur. Nenekku dulu juga murid terpandai di sekolahnya.”

Santi mendengarkan sungguh-sungguh cerita Ima. Lalu ia mengikuti apa yang dilakukan oleh Ima tiap malam menjelang tidur. Setelah itu hari demi hari Santi menjadi lebih percaya diri dalam pelajaran matematika. Matematika memang pelajaran yang tidak mudah bagi beberapa anak. Santi sangat kesulitan mengikuti pelajaran matematika dan juga beberapa pelajaran lainnya, namun kemudian ia bisa memahami matematika secara lebih mudah dan nilainya menjadi bagus untuk pelajaran matematika. Begitu juga dengan pelajaran-pelajaran lain yang semula ia kesulitan. Sekarang semua pelajaran menjadi sangat mudah bagi Santi setelah ia bersungguh-sungguh mengikuti apa yang dilakukan oleh Ima.

Sesungguhnya ada benarnya juga keheranan Lili. Ima memang semula bukan murid yang pintar. Ia agak kesulitan mengikuti pelajaran matematika, juga beberapa pelajaran lainnya, hampir sama seperti Santi. Setiap kali menghadapi pelajaran matematika, ia sudah merasa pasti tidak akan bisa dan ia selalu merasa takut jangan-jangan guru memintanya maju ke depan kelas untuk mengerjakan soal di papan tulis. Selalu seperti itu setiap kali ada pelajaran matematika. Ia sudah putus asa lebih dulu dan yakin tidak akan bisa memahami penjelasan guru. Ia tahu ia kesulitan, tetapi ia tidak tahu apa yang harus ditanyakan. Dalam beberapa pelajaran lain ia juga merasa seperti itu.

Suatu sore, ayahnya mengajak Ima ngobrol-ngobrol santai. “Aku dulu juga seperti engkau,” kata ayahnya, “agak kesulitan mengikuti beberapa pelajaran, termasuk matematika. Kemudian aku diberi tahu oleh nenek hal yang sangat baik untuk dilakukan sebelum tidur. Sekarang aku akan menyampaikan apa yang dulu pernah disampaikan kepadaku.”

Kemudian ayahnya memberi tahu Ima bahwa setiap malam sebelum tidur,  ia selalu menyampaikan hal-hal baik tentang diri sendiri.

“Jadi, kau agak kesulitan mengikuti pelajaran matematika?” tanya ayahnya.

“Ya,” kata Ima.

“Sekarang, kau ingin pintar dalam matematika?” tanya ayahnya lagi.

“Ya, juga dalam pelajaran-pelajaran lainnya,” kata Ima.

“Kita bicarakan matematika dulu,” kata ayahnya. “Kalau kau bisa menjadikan dirimu pintar dalam matematika, kau bisa menjadikan dirimu pintar dalam pelajaran-pelajaran lain.”

“Baiklah, matematika,” kata Ima.

“Bagus. Jadi, benar kau ingin pintar dalam matematika?”

“Ya.”

“Kau memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi pintar dalam matematika?”

“Ya.”

“Sangat kuat keinginanmu?”

“Eeee....”

“Sangat kuat keinginanmu?”

“Ya, sangat kuat.”

“Itu bagus. Kautahu, Nak, setiap orang yang berhasil pasti memiliki keinginan yang sangat kuat. Dan kau pasti berhasil karena memiliki keinginan yang sangat kuat. Dan itu hal yang baik. Memiliki keinginan kuat untuk pintar dalam matematika adalah hal yang baik. Kau perlu mempertahankan hal baik yang kaumiliki. Kau perlu merawat dan menumbuhkannya seperti kau menyirami bunga-bunga di taman. Dulu nenek memberi tahu aku bagaimana merawat dan menumbuhkan hal-hal yang baik tentang diri sendiri. Kau mau mendengarnya?”

“Ya.”

“Sekarang, aku ingin tahu, kau bisa mempercayai dirimu sendiri?”

“Bisa.”

“Bagus. Jadi, kau bisa mempercayai dirimu sendiri bahwa kau mampu menjadi pintar dalam matematika?’

“Eeee.... tidak  tahu.”

“Jika kau sendiri tidak tahu, siapa yang akan tahu?”

Ima diam, mengarahkan wajahnya lantai, ke arah kucing yang sedang menggaruk-garuk leher, tetapi pandangannya seperti orang melamun.

“Oke kuulangi, kau bisa mempercayai dirimu sendiri bahwa kau mampu menjadi pintar dalam matematika?”

“Bisa.”

“Itu jawaban bagus. Sangat penting mempercayai dirimu sendiri, Nak. Sangat penting mempercayai bahwa kau memiliki kemampuan untuk menjadikan dirimu lebih pintar. Itu juga hal baik milikmu yang harus kaurawat dan kautumbuhkan terus-menerus. Sekarang, coba kau ikuti aku: ‘Sekarang aku mempercayai diriku sendiri. Pikiranku tenteram mengikuti pelajaran matematika dan aku mampu memahami penjelasan guru dengan mudah.’”

Ima menirukan: “Sekarang aku mempercayai diriku sendiri....”

“Pikiranku tenteram mengikuti pelajaran matematika dan aku mampu memahami penjelasan guru dengan mudah,” kata ayahnya.

“Pikiranku tenteram mengikuti pelajaran matematika dan aku mampu memahami penjelasan guru dengan mudah,” kata Ima.

“Sebaiknya kau ambil kertas dan pulpen, kautulis kalimat tadi dan kauhapalkan. Nanti malam sebelum tidur kau bisa membacanya berulang-ulang, dengan suara pelan-pelan saja, terus kaubaca berulang-ulang sampai kau tertidur sendiri. Lakukan setiap hari menjelang tidur. Begitulah cara merawat dan menumbuhkan hal baik yang menjadi milikmu. Aku telah melakukannya dan terus melakukannya sampai sekarang untuk hal-hal lain. Itu sangat mudah dilakukan dan menyenangkan. Mungkin nanti akan muncul sendiri gambaran di benakmu tentang suasana di kelas, dan kau melihat dirimu sendiri menjadi murid yang hebat dalam pelajaran matematika. Kau bersedia melakukannya?”

“Bersedia.”

“Nah, sekarang ambil kertas dan pulpen.”

Ima bangkit dari duduknya, masuk ke kamar dan mengambil kertas dan pulpen. Lalu ia menuliskan kalimat yang disampaikan oleh ayahnya tadi. Lalu ia menghapalkannya. Sejak itu setiap malam sebelum tidur ia selalu mengatakan berulang-ulang: “Sekarang aku mempercayai diriku sendiri. Pikiranku tenteram mengikuti pelajaran matematika dan aku mampu memahami penjelasan guru dengan mudah.”

Seminggu kemudian, ayahnya menanyakan apakah Ima merasakan perubahan saat mengikuti pelajaran matematika.

“Ya, aku merasa lebih senang mengikuti pelajaran,” kata Ima.

“Wah, itu kabar baik. Terus saja mengulang-ulangnya sebelum tidur,” kata ayahnya.

Hasilnya kalian sudah tahu. Ima menjadi murid yang sangat pintar dalam matematika. Ia mampu menguasai matematika, ia juga mampu menguasai pelajaran-pelajaran lain, dan akhirnya ia pintar dalam semua pelajaran. Lala, Loli, dan Lili—tiga anak yang suka membicarakan keburukan orang lain—menganggap Ima memelihara jin dan meminta pertolongan jin agar menjadi pintar. Mereka keliru.

Ima menjadi murid yang pintar karena ia mempercayai dirinya sendiri. Ia percaya ia mampu belajar dan menjadikan dirinya lebih baik. Ia percaya mampu memahami penjelasan guru dengan mudah. Ia juga meyakini bahwa pikirannya selalu bekerja dengan baik.

Tanpa ia sadari keberaniannya tumbuh. Ima menjadi berani bertanya jika ada hal yang ia belum jelas. Dan yang sangat penting, ia tahu bahwa satu-satunya cara menjadikan diri sepintar yang ia inginkan adalah belajar. Ia tahu cara belajar yang baik. Ia tahu kapan waktunya belajar. Ia tahu kenapa harus belajar.

Sayang sekali Loli tidak berani menemui Ima dan menanyakan rahasianya menjadi pintar.  Ia takut kepada Lala dan Lili dan itu perasaan takut yang merugikan dirinya sendiri.

6 comments:

Unknown said...

Lama kangen postingan baru Pakde di sini; Mungkinkah sedang memelihara Jin?

Unknown said...
This comment has been removed by the author.
Unknown said...

pak deeeee

Interior Design said...

Artikelnya sangat bagus. Terima kasih sudah membagikan info yang bermanfaat.

Furniture Rotan

dewi cendika (ichen) said...
This comment has been removed by the author.
Belajar Tangguh said...

Maaf, ini cerita anak? Kenapa nyawa para tokohnya tidak seperti anak-anak?

Post a Comment