RSS

Seekor Garangan dan Istri Petani

Dongeng India, ditulis ulang oleh Agung Bawantara

DULU sekali, jauh sebelum orang tua kita dilahirkan, istri petani melahirkan bayi laki-laki dan ia meminta kepada suaminya agar mencari hewan piaraan. “Yang bisa diandalkan untuk menjaga anak kita dan menjadi teman mainnya,” kata si istri. Mereka berunding dan akhirnya memutuskan memelihara seekor garangan. Maka si petani mencari garangan dan memelihara binatang itu untuk dua kepentingan yang diinginkan oleh istrinya.

Beberapa bulan kemudian garangan itu sudah bisa dipercaya sebagai pengaga dan teman main bagi si bayi. Suami istri petani itu merasa tenteram pergi ke ladang, meninggalkan si bayi berdua dengan garangan. Bahkan mereka tidak merasa risau ketika suatu hari ada urusan ke tempat jauh dan meninggalkan si bayi di rumah. Ada garangan yang bisa menjaganya.

Namun rupanya si istri tetap tak dapat tenteram sepenuhnya. Ada juga rasa khawatirnya sebagai ibu ketika meninggalkan anak bayinya di tempat jauh. Kepada suaminya ia bilang bahwa ia akan pulang lebih dulu. Perempuan itu melangkah buru-buru dan di depan pintu kamar ia melihat si garangan sedang duduk, mulutnya penuh darah. O, perasaan seorang ibu tak pernah menipu. Perempuan itu merasa dunianya hancur. Lalu diangkatnya sebuah peti kayu dan dilemparkannya ke arah garangan. Binatang itu terluka parah.

Dengan langkah kalap, perempuan itu segera masuk ke kamar. Ia berharap bayinya masih bisa diselamatkan. Di dalam kamar ia menjumpai anaknya sedang tidur pulas di ranjang bayinya. Di sebelahnya, seekor ular tergeletak mati.

Kini tahulah dia bahwa garangan itu telah menyelamatkan bayinya dari ancaman si ular. Menyadari kesalahannya, istri petani bergegas lari keluar kamar untuk menemui garangannya. Namun, binatang itu sudah terkapar dan tak bernapas lagi. Istri petani menangis sejadi-jadinya. Alangkah keliru perasaannya dan betapa ceroboh dirinya. Hari itu ia telah membunuh juru selamat anaknya. [*]

4 comments:

Moti Peacemaker said...

haduh...dongeng singkat yang mengesankan ustadz as laksana

@dewikhami said...

Ini dongeng favorit saya semasa TK, The Mongoose, dari Pancha Tantra :) Saya ingat, kali pertama saya menangis untuk sebuah cerita, saya menangis untuk kisah di atas ini. Namun, entahlah, dalam cerita di atas, saya merasa deskripsinya kurang begitu menggugah, ada yang kurang pas. Barangkali tempoo ceritanya? Dan pilihan gambarnya :)

A.S. Laksana said...

Panah Hujan, saya membaca juga versi Pancha Tantra. Jika versi yang kaubaca dan yang kubaca waktu TK sama, menurut saya Agung Bawantara menulis ulang lebih bagus. Yang tidak bisa digantikan ketika kau membaca lagi cerita ini sekarang, pada umurmu saat ini, adalah keharuan kanak-kanakmu.

zaryfahsan said...

saya rindu masa kanak-kanak,,, :"(

http://merydwisafitri.student.ipb.ac.id/

Post a Comment